Dibalik Dinding Sekolah

26 Agustus 2015

Untuk pertama kalinnya kami menginjakkan kaki di sekolah dengan lokasi yang cukup jauh dari kota kab. Bengkayang, yaitu SMP 3 Jagoi Babang yang berlokasi di jalan dwikora. Perjalanan dari Bengkayang kami tempuh dengan durasi 2 jam menggunakan mobil pribadi milik Kepala Sekolah. Sesampainya dilokasi, kami disuguhkan dengan infrastruktur sekolah yang lumayan baru, akan tetapi dengan halaman dan lingkungan sekolah yang masih berupa tanah coklat khas bumi kalimantan.

Kemudian kami memasuki sekolah keruang guru bersama ibu kepala sekolah, kedatangan kami bertepatan dengan jam istirahat pada pukul 11.30 WIB. Pertama masuk dikantor hanya ada 1 guru yang masih disekolah, yang lain ada yang sudah pulang kembali ke rumah. SMP 3 Jagoi Babang memiliki 6 orang guru PNS. Kemudian ketika kami memasuki kelas, ketika salaing diskusi terjadi, dari pernyataan siswa ternyata tidak semua anak memilih pulang pergi kesekolah dari rumah, ada beberapa siswa ternyata menginap di asrama sekolah, sebanyak 3 siswa dan 6 siswi, mereka disuplai logistik makanan dari rumah oleh orang tuanya. Kebanyakan orang tua mereka bekerja di perusahaan sawit WKN, atau tinggal di daerah SP 4, pisang, dan lain sebagainya. karena jarak rumah yang jauh yang pasti akan memakan biaya dan waktu mereka akhirnya memilih untuk menetap di asrama sekolah, jika kangen dengan orang tua atau keluarga dirumah mereka baru pulang. Ada yang pulang 2 minggu sekali dan ada yang 1 bulan sekali, rata2 mereka disini adalah kelas 9, jadi mereka ada di asrama sudah 2 tahun lamanya. Dari rumah mereka hanya dibekali oleh orang tua seadanya, yang harus mereka gunakan untuk bertahan hidup selama sebulan. Belum lagi kalau tanggal tua, membuat kiriman dari rumah sedikit tersendat karena gaji yang didapat oleh orang tua mereka juga telah menipis. Orang tua mereka mendapatkan gaji perbulan, sehingga anak-anak ini harus bersabar dengan memanfaatkan sayur-sayuran yang ada disekitar. Bahkan dari mereka, aku jadi mengerti dan mengaplikasikan materi ketahanmalangan dari RINDAM waktu prakondisi dulu, kalau tanaman pakis (paku-pakuan) enak untuk dibuat oseng-oseng.

Keinginan yang kuat untuk belajar memaksa mereka untuk berjuang dan tabah dalam kehidupannya sehari-hari, hal tersebut yang menguatkan saya untuk berusaha memberikan segala kemampuan untuk membantu mereka dalam belajar. Kebersamaan mereka bersepuluh begitu terlihat nyata, kakak kakak yang kelas 9 biasa menjadi "koki" bagi adik adiknya, sungguh pemandangan yang luar biasa.

Bagi siswa yang tidak berasrama di sekolah, mereka memilih pulang kerumah dengan berbagai cara agar dapat pulang pergi ke sekolah, kebanyakan yang bersekolah di SMP 3 jagoi babang ini adalah warga dusun paum, mereka biasa berangkat sekolah pagi buta, pengakuan kebanyakan anak di kelas 8, mereka berangkat pukul 5 pagi untuk menuju sekolah ini, mereka berangkat dengan berjalan kaki. SMP 3 jagoi ini walaupun berada di pinggir jalan trans tembus ke serawak, akan tetapi jauh dari desa/ kampung terdekat, hanya ada dua bangunan disekitar sekolah yaitu toko bangunan yang baru buka 3 bulan dan toko kelontong didepan sekolah.

Mayoritas siswa di SMP 3 Jagoi alah pemeluk umat Katholik maupun Protestan, dan juga mereka terdiri dari berbagai suku dayak yang ada di sekitar daerah seluas dan jagoi babang, akan tetapi banyak dari mereka berasal dari dayak bekati, dan beberapa sub suku dayak lainnya. Ketika mencoba menanyakan berbagai hal tentang dayak, disitu membuat saya takjub juga, karena ternyata bahasa dayak itu bisa berbeda-beda antar desa, bukan antar kecamatan/ kota. Malahan antar desa pun bahasa dayak yang ada telah berbeda beda, mungkin karena itu tidak ada mulok bahasa dayak disekolah karena terlalu banyak sub bahasa dayak. Sungguh kekayaan yang luar biasa yang dimiliki oleh negeri ini.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Air Sumber Kehidupan

Sejauh Mata Memandang

Kehilangan