How To Be Professional

31 Agustus 2015

Seminggu berlalu ditanah borneo dengan matahari yang tampak tak biasa seperti halnya ditanah jawa, tak terkecuali dengan kehadiran guru disekolah yang tak biasa membuatku terusik, dan prihatin. Terkadang dalam sehari hanya ada satu atau dua guru saja yang hadir ke sekolah, tak pernah pasti alasan guru-guru untuk meninggalkan anak didiknya dibiarkan terlantar tanpa tugas, dengan berbagai alasan yang ada membuat mereka datang kesekolah seperlunya saja. Apakah hal tersebut bisa dimaklumi dengan mengatakan "maklum pak guru didesa", atau memaklumi karena kebutuhan sehari-hari yang mendesak membuat mereka memilih ladang untuk mengisi hari-harinya.

Padahal bagi guru negeri sendiri juga telah mendapatkan tunjangan perbatasan, namun tak tahu mengapa selalu saja ada alasan untuk tidak hadir disekolah. Beberapa guru honorer yang hadir menyampaikan memanag perlu kesadaran dari diri seorang guru itu sendiri, apakah tujuan awal sebenarnya kita menjadi guru. Apakah tujuan kita menjadi seorang pendidik itu masih ada didalam hati kita? Hanya kita sendiri yang mampu menjawabnya. Kontrak mengajar dengan sekolah diawal tahun ajaran baru juga menjadi kewajiban untuk melaksanakannya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Beberapa guru yang hadir disekolah sendirian mensiasati situasi yang ada dengan mengumpulkan seluruh siswa baik itu kelas VII, VIII, dan IX dalam satu kegiatan hingga bahkan acara bersih-bersih sekolah dengan maksud agar siswa tidak berlarian keluar sekolah yang dapat membahayakan keselamatan mereka karena masih pada jam sekolah. Mungkin memang itu lebih baik daripada membiarkan kelas kosong begitu saja, seperti halnya dilakukan beberapa guru yang karena bukan mata pelajaran yang beliau ampu membuat tidak ada niat darinya untuk merasa bertanggung jawab atas kelas yang kosong begitu saja.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan pembeljaran kelas rangkap untuk dapat mentransfer materi secara efektif memang belum terlaksana secara baik, walaupun telah ada inisiatif guru lokal untuk membuat kelas besar sekalipun materi tidak dapat tersampaikan akan tetapi kelas yang ada tetap dapat terkontrol daripada anak berlarian tak terkontrol. Oleh karenanya kami sebagai guru dari SM3T mencoba membantu membackup berbagai kekurangan yang ada, mulai dari mengajar mata pelajaran diluar basic asli kami, yang menurut saya lebih baik daripada kelas siswa dibiarkan kosong begitu saja. Bahkan hingga kami merangkap berbagai mata pelajaran yang ada di sekolah ini.

Anak-anak telah bersusah payah jauh-jauh berangkat dari rumahnya untuk kesekolah mendapatkan materi pelajaran, bukan hanya untuk main-main saja apalagi hanya mengobrol di kelas karena tidak ada gurunya. Siswa semangat untuk menerima pelajaran membuat kita sebagai pendidik harus senantiasa mengingat bahwa mereka butuh bimbingan untuk kita didik menjadi calon-calon pemimpin masa depan nantinya. Semoga ini dapat menjadi renungan kita bersama sebagai seorang pendidik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Air Sumber Kehidupan

Sejauh Mata Memandang

Kehilangan